Dalam satu dekade terakhir, dunis bisnis dan industri diawarnai dengan perhatian dan
ketertarikan yang tinggi terhadap e-learning. Sevariatif apapun makna yang dikandung
oleh terminologi ini, tampaknya setiap perusahaan yang merencanakan atau bahkan
tengah mengimplementasikan e-learning, mengharapkan manfaat dan keuntungan yang
signifikan dari pilihan tersebut. Manfaat dan keuntungan yang paling sering disebutkan,
diantaranya adalah: penghematan biaya pelatihan (training cost), peningkatan akses
belajar karyawan (terutama dari aspek geografis), serta pengembangan budaya belajar
mandiri (self learning).
Kenyataannya, tidak sedikit memang perusahaan yang berhasil mendapatkan manfaat dan
keuntungan tersebut melalui implementasi e-learning. Perusahaan besar seperti IBM,
Petronas, Cingular Wireless, Giant B&Q, Century 21, Cuna, Shell EP, dan banyak lagi
perusahaan terkenal, terbukti telah mengais keuntungan dari implementasi e-learning
yang mereka lakukan.
Maka dalam waktu yang relatif singkat, berbagai perusahaan pun berlomba-lomba
merencanakan implementasi e-learning. Sejumlah perusahaan diatara mereka, malahan
langsung mengimplementasikan tanpa melalui tahapan perencanaan, bahkan terkesan
tergesa-gesa dan bertendensi gengsi-gensian. Ada semacam harapan, bahwa jika
perusahaan tersebut telah mengimplementasikan e-learning, maka perusahaan tersebut
dicitrakan sangat adaptif terhadap perkembangan teknologi mutakhir, mengutamakan
modal pengetahuan (knowledge capital), dan tak segan-segan melakukan investasi besarbesaran untuk kepentingan pengembangan sumber daya manusia.
Akibatnya, tidak sedikit pula perusahaan yang telah mengimplementasikan e-learning
tersebut tertubruk pada sejumlah kendala, bahkan kegagalan. Ibarat tanaman yang layu
sebelum berkembang, sejumlah perusahaan dilaporkan terpaksa menghentikan proyek elearning prestisiusnya disebabkan oleh faktor-faktor yang justru terkesan sangat enteng.
Problem yang tak terbayangkan sebelunya. Ada program e-learning perusahaan yang
mati suri, karena karyawan di perusahaan tersebut tak lagi tertarik menggunakannya. Ada
proyek e-learning yang bahkan dihentikan, karena ternyata biaya pemeliharaannya lebih
besar dari investasi awalnya. Ada juga perusahaan yang seperti berada dalam lingkaran
setan, program sudah terlanjur diimplementasikan, tetapi alih-alih memberikan
keuntungan, yang terjadi justru pemborosan dana infrastruktur.
Lakukan Analisis Kebutuhan dengan Matang
Anda tidak perlu khawatir dengan gejala tersebut. Potensi dan kuntungan e-learning
terhadap perusahaan memang bukan basa-basi. Kalaupun ada kelemahan dan
kekurangan, setiap saat perbaikan dan penyempurnaan dilakukan. Fitur dan kemampuan
teknologi e-learning pun semakin berkembang. Sementara teori dan model pembelajaran
terbaru juga semakin terwadahi penerapannya melalui teknologi yang ada. Persoalannya lebih terletak pada bagaimana teknologi tersebut dipilih dan digunakan sesuai dengan
kebutuhan perusahaan.
Oleh karena itu, langkah paling awal yang harus anda lakukan dalam program
implementasi e-learning adalah analisis kebutuhan yang matang terhadap kondisi
obyektif perusahaan anda. Tak lebih dan tak kurang. Jangan pernah tergesa-gesa
memutuskan model implementasi e-learning yang akan anda lakukan, sebelum jelas dan
konkret kebutuhan perusahaan anda. Berkaitan dengan itu, jangan pula terpikat dengan
kecanggihan dan kebaruan teknologi yang ditawarkan, tanpa melihat dan memastikan
keterpakaiannya berkaitan dengan kebutuhan perusahaan.
Lalu bagaimana seharusnya kebutuhan perusahaan terhadap e-learning diketahui dengan
tepat? Siapakah pihak yang paling berkompeten menentukan kebutuhan tersebut? Dan
akhirnya, sejauh mana dan bagaimana kebutuhan tersebut ditetapkan untuk dipenuhi?
Analisis kebutuhan (needs analysis) adalah fase paling penting dalam menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Langkah pertama yang harus anda lakukan adalah menggali informasi seobyektif
mungkin tentang masalah yang dihadapi perusahaan anda, terutama berkaitan dengan
soal belajar dan peningkatan kinerja perusahaan. Pada dasarnya, masalah itu ada macam.
Pertama, masalah yang memang selama ini menjadi kendala dalam operasional
perusahaan sehari-hari. Sebagai contoh, jumlah subyek pelatihan yang harus diselesaikan
oleh karyawan dalam setahun terlalu menyita jam kerja mereka, sehingga mengganggu
produktifitas perusahaan. Contoh lain, kekurangan jumlah instruktur internal, sulitnya
mengontrol skejul instruktur eksternal, ataupun rendahnya motivasi karyawan dalam
belajar. Sedangkan jenis masalah yang kedua adalah bagaimana meningkatkan kinerja
perusahaan, dipandang dari sisi belajar dan pembelajaran (learning and instructional).
Mislanya, perusahaan anda tahun ini mampu menyelesaikan 50 subyek pelatihan kepada
seluruh karyawan dalam hal kompetensi dasar, dan tahun depan direncanakan
menyelesaikan 70 subyek pelatihan kompetensi dasar ditambah dengan 30 kompetensi
khusus tanpa harus melakukan pengurangan jam kerja.
Upayakan supaya ruang lingkup masalah yang anda gali mencakup semua persoalan
belajar dan peningkatan kinerja di perusahaan anda. Agar lebih mudah, mulailah dari visi,
misi, tujuan, strategi, dan nilai yang dianut oleh perusahaan anda. Kemudian, penggalian
data berlanjut pada indikator-indikator terpentinga berkaitan dengan kinerja perusahaan
secara keseluruhan. Setelah itu, jangan lupa dengan keluhan dan masukan yang berasal
dari berbagai pihak seperti pelanggan, karyawan, mitra kerja, dan stake holder lainnya
terutama berkaitan dengan persoalan pengembangan kompetensi dan kinerja SDM. Yang
tak kalah pentingnya adalah, perhatikan perubahan yang terus berlangsung di ’luar’ sana:
entah itu teknologi, kompetisi pasar, pertumbuhan pesaing, globalisasi, maupun kondisi
sosial-politik.
Nah, dari mana data dan informasi tersebut diperoleh? Bagaimana cara yang paling
efektif dalam mendapatkannya? Jawabannya sangat fleksibel, tergantung pada kondisi
setiap perusahaan. Data sekunder dapat diperoleh melalui dokumen-dokumen perusahaan yang berkaitan dengan proyek ini, sedangkan data primer dapat digali dari karyawan,
eksekutif, pelanggan, ataupun mitra kerja. Instrumen yang digunakan juga dapat
bervariasi, mulai dari kuisioner, wawancara, curah pendapat (brain storming), diskusi
kelompok kecil (small group discussion), ataupun melalui polling. Bahkan anda sendiri
pun dapat menjadi instrumen penggalian data yang sangat efektif. Untuk memperdalam
dan membuat proses analisis kebutuhan lebih obyektif, anda dapat melibatkan konsultan
eksternal yang berkompeten. Kecuali karena pengalaman dan penguasaan yang lebih
dalam terhadap persoalan ini, konsultan juga dapat membantu dalam hal melakukan
komparasi dengan berbagai kasus yang serupa dengan perusahaan anda.
Selanjutnya, data dan informasi seputar masalah belajar dan kinerja perusahaan yang
telah anda kumpulkan dirumuskan ke dalam bentuk daftar kebutuhan. Daftar kebutuhan
ini dibandingkan dan disesuaikan dengan potensi dan keuntungan yang dimiliki oleh elearning. Dari situ, anda dengan mudah akan menemukan sejauh mana kebutuhan
perusahaan anda terhadap implementasi e-learning. Untuk memudahkan pekerjaan anda,
tuliskan daftar kebutuhan dan potensi e-learning dalam dua area lingkaran yang berbeda.
Daerah irisan menunjukkan sejumlah masalah dan kebutuhan yang dapat dijawab melalui
implementasi e-learning. Dari situ pula, and dapat merencanakan ruang lingkup proyek elearning yang akan diimplementasikan.
No comments:
Post a Comment